[Resensi] Kabut Di Bulan Madu - Zainul DK

Buku ini berat. Bukan ceritanya, tapi perbaikannya. Sebagai novel debut, saya memang harus sabar menikmati. Cerita yang menarik dan bisa saya ikuti, tidak dibarengi dengan gaya bercerita yang enak, membuat saya harus berjuang menamatkan.

Judul: Kabut Di Bulan Madu
Penulis: Zainul DK
Penyunting: Nisaul Lauziah Safitri
Penata letak: Yuniar Retno Wulandari
Pendesain sampul: Hanung Norenza Putra
Penerbit: Ellunar Publisher
Terbit: Agustus 2016
Tebal buku: ix + 249 halaman
ISBN: 9786020805733
Harga: Rp73.000

Tersangka kasus penembakan di sebuah kafe yang menewaskan seorang preman adalah Roby. Ia melakukan penembakan itu karena tak terima kekasihnya, Linda, diganggu. Ia pun berhasil ditangkap oleh Inspektur Ariel untuk menjalani hukuman penjara. Tidak sanggup melihat sang kekasih bersedih mengetahui dirinya dijebloskan ke penjara, Roby menyuruh Linda untuk berlibur.

Di sisi lain, ada pasangan yang baru menikah hendak berbulan madu: seorang penyiar berita bahasa Jepang, Helena Lizzana, dan pria keturunan keturunan Jepang - Timur Tengah, Ihdina Shirota. Mereka berencana menikmati momen indah itu dengan naik kapal pesiar.

Pasangan muda tersebut berada dalam satu kapal pesiar yang sama dengan Linda. Tak disangka terjadi musibah: kapal pesiar itu menabrak karang dan karam. Dari hasil evakuasi, dinyatakan bahwa hanya ada satu korban jiwa meninggal, yaitu LINDA!

Memperoleh berita nahas ini, Roby tentu saja tidak terima. Menurutnya, ada keanehan yang menyebabkan kekasihnya saja yang menjadi korban. Ia percaya seseorang sengaja membunuh Linda. Ia pun menyusun rencana untuk kabur dari penjara, dan mencari tahu siapa pembunuh sang kekasih. Inspektur Ariel mesti mati-matian mencegahnya!

***

Novel Kabut Di Bulan Madu karya Zainul DK ini merupakan tawaran Bang Dion untuk diulas. Saya tidak bisa menolak mendapatkan bacaan gratis, terlepas akan menarik atau tidak menarik. Dan mengutip informasi pada ‘Ucapan terima Kasih’, novel ini jadi karya perdana penulis. Berbekal info itu, saya harus banyak memaklumi kondisi umum novel debut.

Blurb buku di atas, sudah banyak memberi gambaran mengenai jalan ceritanya. Proses balas dendam Roby atas kematian tunangannya, Linda, sewaktu ikut liburan di kapal mewah Phoenix. Di sisi lain, Iptu Ariel Stallone bekerja keras mengejar Roby yang kabur dari rumah tahanan demi menuntaskan balas dendamnya kepada pemilik kalung inisal H. Ide yang seru, menurut saya. Label ‘novel thriller romance’ yang disematkan di kover depan, membuat saya berharap novel ini akan menegangkan. Namun, baru pada seperempat buku menjelang akhir, novel ini mulai bisa dinikmati rasa thriller-nya.

Jujur saja, diksi yang digunakan penulis banyak yang janggal. Misal, penggunaan kata ‘you’ yang diucapkan aparat hukum terasa aneh, penggunaan kata ‘total’ untuk menyebutkan sangat, amat, atau lebih. Ada juga kata ‘deh’ yang rasanya janggal diucapkan pria dewasa, polisi lagi. Beberapa kalimat juga banyak mengutip kalimat terkenal. Misal, kalimat ‘Jangan ada dusta di antara kita’, ‘Sakitnya tuh di sini’, ‘saya minum tiga’. Kelirunya, tema cerita buku ini tergolong serius dan kalimat-kalimat tadi membuat novel ini jadi lucu. Mungkinkah maksud penulis agar novel ini lebih santai?

Tokoh yang banyak dibicarakan di novel ini antara lain; Roby, Iptu Ariel, Helena Lizzana, Ihdina Shirota dan Wandi Rekzen. Tidak ada yang jadi tokoh favorit. Karakter mereka tidak kuat dan kadang menyebalkan sebab banyak dialog yang berlebihan atau lebay. Tapi, pada akhir buku, pembaca akan dikejutkan oleh satu tokoh yang memang tidak disangka-sangka menjadi kunci utama cerita. Penulis berhasil membuat saya geleng-geleng kepala, tidak mengira cerita akan dibawa ke tokoh itu.

Eksekusi cerita menjadi kesan yang akan diingat pembaca, dan tugas mahapenting ini harus diperhatikan penulis. Di novel ini, menuju akhir buku terasa sekali kalau kasus balas dendam mulai meruncing dan tentu saja akhirnya klimaks. Walau pun, proses klimaks itu dikecoh tokoh Iptu Ariel yang ganjen kepada Helena.

Lalu, kover dengan warna dominan hitam, dan tergambar dua orang berpelukan, memberi tahu itu adalah pasangan Helena Lizzana dan Ihdina shirota. Kalung inisial H, menjadi aksesori yang penting dalam cerita. Kover gelap dengan pemilihan judul sangat relevan. “Kabut Di Bulan Madu”, definisi dari tragis bulan madu yang seharusnya menyenangkan menjadi trauma bagi Helena.

Oh iya, buku ini juga berbonus CD lagu. Ada 6 lagu yang merupakan karya penulis. Tapi, maaf seribu maaf, saya tidak bisa menikmati lagunya. Ini soal selera sih, jadi kalau saya tidak menyukai, belum tentu yang lain juga sama. Dan jika boleh berpendapat, saya lebih suka puisi di novel ini dibaca saja dengan ada backsound musik.

Sedangkan, pesan moral yang bisa dipetik pada novel ini, banyak sekali manusia yang memiliki sisi tidak terungkap. Di luar bisa saja berkilau seperti emas, namun dilihat ke dalam bisa jadi tidak sekilau emas. Prinsipnya, ada batas-batas untuk mengenal orang di sekitar sehingga di masa depan tidak ada yang merasa dicurangi.

Akhirnya, saya sarankan penyuntingan novel ini harus diperbaiki agar lebih enak dibaca. Sebab, ide ceritanya sangat menarik. Penulis juga berpotensi membuat cerita yang asyik, jadi besar harapan saya agar novel ini diperbaiki kembali, untuk diterbitkan ulang. Dan tentu saja, penilaian ini tidak membuat saya kapok untuk membaca karya selanjutnya.

Rating dari saya: 2/5




Catatan:
  • “Pria boleh saja datang dan pergi untuk menyakiti hati wanita, tetapi bahasa jepang takkan pernah menyakitiku dan hati semua wanita!” [hal. 6]
  • “Jawab jujur! Apakah you menyesal telah menembak mati korban? Walau preman, tapi korban juga memiliki hak hidup, sama halnya you dan seluruh masyarakat. Paham?” [hal. 22]
  • “Kejadian ini di luar basat kemampuan kita sebagai manusia. Manusia hanya dapat berencana, tapi semuanya balik lagi pada di atas yang menentukan” [hal. 70]
  • If you educate a man, you just educate A MAN. If you educate a woman, you educate A GENERATION. [hal. 74]
  • “Ditunggu ya besok. Pesan terakhir untuk Mr Roby, mumpung masih muda, tetaplah semangat. Jangan pernah putus asa! LIVE WHILE WE’RE YOUNG” [hal. 82]
  • “Sejujurnya tak ada masalah. Bukankah kepercayaan itu fondasi terpenting dalam membangun satu hubungan?” [hal. 84]
  • Luka di badan seiring waktu dapat sembuh, tapi luka di hati oleh perkataan kasar, hanya waktu dan kerelaan yang kuasa menghapusnya. [hal. 200]

4 komentar:

  1. Agak aneh dan lucu juga sih waktu baca kalau cerita di novel ini tidak relevan dengan diksinya, hehehe. Seharusnya genre thrillee & romance ini dibagi dalam porsi yang seimbang, tp rupanya unsur thrillernya hanya kuat di akhir saja.

    Selain itu, sepintas ceritanya mirip titanic ya? Kapal mewah yang menabrak karang. Oya, terkait tokoh Ihdina Shirota, ini namanya seperti terinspirasi dari salah satu ayat al fatihah ya? (ihdina shirotol mustaqim, hehehe)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Bintang, saya kurang suka dengan cara penulis berceritanya, padahal idenya bagus lho. Dan porsi thriller memang nampak di aakhir, soalnya di awal penulis menggali tokoh-tokohnya.

      Bukan hanya nama Ihdina Shirota, akan ditemui juga nama orang "Jan Damuda". Rasanya baca buku ini ingin ketawa sekaligus menyimak. :)

      Hapus
  2. Sayang ya, pdhl ceritanya menarik

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, sayang sekali memang. Namun, harus dimaklumi sebab ini novel debut si penulis. :)

      Hapus